Para peneliti topeng ini melakukan kajiannya terfokus pada aspek yang cukup beragam namun dalam lingkup seputar topeng Cirebon. Toto Amsar Suanda misalnya mengkaji seni topeng Cirebon yang lebih memfokuskan pada topeng Panji yang berkaitan dengan kajian simbolisnya. Toto Sudarto salah seorang dosen ISI Surakarta pernah mengkaji seni topeng berjudul Topeng babakan Cirebon dari kurun waktu 1900-1990, selanjutnya Endo Suanda seorang pakar etnomusikologi lulusan Wesleyan University Amerika Serikat berjudul Topeng Cirebon In Its Social context. Sedangkan peneliti Asing seperti Laurie Margot Rose pada tahun 2009 pernah melakukan penelitan topeng Cirebon dengan judul Journeying, Adaption, and Translation: Topeng Cirebon at the Margis.
Berdasarkan catatan diatas betapa menariknya potensi topeng Cirebon untuk dikaji, seperti yang telah dilakukan oleh para peneliti dengan topic yang berbeda, ada yang mengkaji dari aspek tarinya, aspek simbolis, kajian sosial, bahkan ada pula yang mengkaji dari beberapa sudut pandang lain. Diantara potensi keunikan yang telah disebutkan diatas, ada sisi lain yang cukup potensial untuk dijadikan sebagai kajian dianataranya dari aspek seni kriya kedok sebagai proferti dalam tari topeng itu sendiri. Karena penggunakaan kedok pada seni topeng Cirebon merupakan bagian yang btidak dapat dipisahkan dari aspek pertunjukannya, disamping itu kedok juga sekaligus menunjukan symbol makna pilosofis yang diwujudkan dalam bentuk seni rupa.
Klasifikasi wanda kedok
Berdasarkan kebisaan dilingkungan para seniman topeng Cirebon penggunaan istilah seni topeng sebenarnya bukan pada proferti kedoknya akan tetapi kata topeng sendiri konon berdasarkan dari sebuah kata singkatan dari kata ketop-ketop gepeng ( bahasa Jawa-Cirebon), yaitu dari sebutan aksesoris logam pipih yang terselip pada bagian sobrah (tekes) pada bagian kepala penari topeng Cirebon. Sedangkan untuk property penutup wajah pada kesenian ini disebut kedok bukan topeng.
Kedok sebagai properti pada tari topeng secara turun temurun digunakan oleh para penari dibuat dari bahan kayu yang bertekstur halus, ringan dan tahan lama. Jenis kayu yang sering dipakai dalam membuat kedok dari kebanyakan para pengrajin yang terdapat di Cirebon diantaranya; kayu waru, kayu jaran, kayu lame, namun kayu yang paling sering digunakan biasanya jenis kayu jaran. Kayu-kayu ini kemudian mengalami proses pengasapan terlebihdahulu agar tingkat kekeringan pada kayu tersebut dapat memudahkan dalam proses pembuatannya.
Dalam lingkup jenis kedok itu sendiri dalam pertunjukan topeng Cirebon terdapat dua bentuk, yaitu jenis kedok yang digunakan untuk pertunjukan wayang wong dan jenis untuk pertunjukan topeng babakan. Di Cirebon jumlah kedod wayang wong bisa mencapai 40 macam karakter bahkan mungkin bisa lebih, sedangkan pada penyajian topeng babakan umum hanya dikenal 5 hingga 9 kedok. Namun dari jumlah tersebut sebenarnya secara garis besar karakter dasarnya terdiri dari 4 tipe, (1) halus dan/atau seleh, (2) halus tapi genit atau lincah (3) gagah tapi tenang, (4) gagah dan beringas atau galak. ( Endo Suanda 94:2005).
Empat tingkatan karakter dasar bisa diidentifikasi berdasarkan bahasa ungkap (gaya) secara berbeda beda. Sehingga gaya kedok daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda beda. Didalam mengidentifikasi tipe karakter kedok itu sendiri sebenarnya bisa diamati dari bentuk-bentuk fisik yang ada, misalnya bisa diperhatikan dari bentuk lengkungan alis, mata,hidung, rambut dan lain-lain. Memang bagi masyarakat awan bukanlah hal yang mudah, hal ini dikarenakan bentuk-bentuk kedok pada seni tradisi kita berbentuk distorsi dekoratif bukan bentuk piguratif atau bentuk nyata. Namun bagi para pemerhati seni tradisi yang akrab dengan bentuk seperti ini akan lebih mudah memahami untuk memahaminya, bahkan mungkin tidak terbatas pada bentuk tata rupa kedoknya itu sendiri mungking dapat mengidentifikasinya lewat sisi lain misalnya dari aspek suara atau gerakannya.
Jika kita amati kedok pada seni topeng Cirebon, maka kita akan menemukan ciri dari masing-masing tokoh yang menunjukan karakter atau dalam bahasa tatarupa tradisi sering disebut wanda secara khusus dan spesifik.
Klasifikasi wanda kedok ini bisa kita jumpai pada kedok yang memiliki tipe atau karakter yang beragam. Misalnya pada kedok Panji, Tumenggung dan Klana. Sedangkan hiasan atau ornament yang tertera pada bagian kedok menunjukan makna dan nalai pilosofis pada kedok tersebut seperti nilai kesucian, keluhuran budi, dan bijaksana dan lain-lain. Ragam bentuk ornament yang sering ditemukan dalam kedok pada seni topeng Cirebon dinataranya motif kembang kliyang/kembang tiba, pilis, dan jamang. Menurut Sujana Arja salah seorang maestro topeng Cirebon asal desa slangit, kedok pada seni topeng Cirebon diyakini memiliki nilai pilosofis masing-masing. Kedok Panji menurutnya melambangkan sosok manusia agung, lambang kesabaran, ketigian budi, dan bentuk penyerahan diri kepada Tuhan. Dalam bentuk wujudnya kedok Panji warnanya putih polos dengan mengunakan ornamentkembang kliyang/kembang tiba pada bagian dahinya. Pada kedok Rumyang Sujana Arja menggambarkannya bentuk keiklasan, kesadaran manusia menerima apa yang akan terjadi. Tumenggung digambarkannya sebagai wujud kemuan yang sangat keras dan lambang keberanian. Sedangkan tokoh Klana atau sering juga disebut Rahwana melambangkan keberanian, menunjukan kegagahan, dan berwatak royal.
Untuk mengenal tipe-tipe wanda pada kedok Cirebon disamping secara sepintas dapat kita amati dari garis alis, bentuk hidung bahkan gerakan, sebenarnya dapat pula dilihat dari aspek lain seperti pada perwatakan dari tokohnya. Dalam tradisi seni topeng Cirebon perwatakan tokoh pada tari topeng Cirebon dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya; karakter liyepan atau lenyepan seperti pada kedok Panji. Berdasarkan klasifikasi wandanya kedok Panji terdiri dari; wanda simadu, simangu, sirentang, dan sabuk inten. Pak kandeg mengklasifikasikanwanda kedok ini menjadi; simangu, sabuk inten, sigeger gandul, simadu dan sirentang. Wandasimangu kedok Panji oleh para seniman ukir digambarkan sebagai penggambaran tokoh Panji yang sedang birahi. Wujud kedok Panji ini putih polos beparas tampan penuh daya tarik posisi bibir tersenyum. Wanda lain dari tokoh Panji adalah tipe wanda simangu, yaitu Panji yang sedang menderita, sedih atau galau. Bentuk kedoknya tentu menunjukan karakter sedih, mulut agak rapat turun sedikit, mata agak sipit dahi agak turun, letak alis agak diturun. Panji wandasirentang menggambarkan panji yang sedang marah, dan terakhir Panji wanda sabuk intenmenggambarkan Panji yang sedang berbicara.
Selanjutnya tipe wanda lanyap atau ladak. Tipe wanda kedok ini terdapat pada Samba atau Pamindo. Adapun klasifikasi wandanya; Pamindo Gimbal untuk menggambarkan kelincahan dan kegairahan. Menurut cacatan Pak Kandeg wanda ini menggunakan kembang tiba/kembang kliyang terdapat pilis pada bagian dahi dan lebih menunjukan sipat genit. Selanjutnya Wanda sidadap menggambarkan Pamindo sedang birahi, nampak tampan menggairahkan dagu agak pendek mulut tersenyum lebar. Wanda dukuh jeruk bentuknya sama dengan wanda sidadap hanya dagu lebih panjang. Terakhir pada Pamindo terdapat wanda Pilang, menggambarkan Pamindo sedang berbicara serius.
Katagori selanjutnya adalah golongan Punggawa. Dalam tradisi topeng Cirebon penggambaran tokoh ini terdapat pada topeng Tumenggung dan Patih. Pak Royani pengukir kedok asal Indramayu menyebutnya topeng sanggan. Klasifikasi tipenya yaitu wanda pelor dan mimis.Namun ada pula yang membagi dalam beberapa tipe diantaranya wanda Seta, Sencaki, danwanda Jayadrata. Jika melihat nama yang digunakan maka tokoh tumenggung ini pengukir terpengaruh kuuat darii figure tokoh dalam pewayangan sehingga untuk mengklasifikasikan wandanya mengambil dari nama tokoh wayang kulit. Kedok Tumenggung wanda Seta agak menunduk, mata kedelen, mulut terkulum gigi rapat. Bentuk kedok aga kecil biasanya menggunakkan warna merah kecoklatan. Wanda Sencaki cirri-cirinya mata kedelen, mulut terkulum gigi rapat terkesan lincah, warna kedok merah jambu. Selanjutnya wanda Jayadratabentuknya agak besar, mata bulat, gigi rapat nampak berwibawa, warna kedok merah muda.
Katagori selanjutnya adalah golongan denawa. Jenis tari topeng ini terdapat pada tokoh Rahwana/Rewana atau sering disebut juga dengan sebutan topeng Klana. Adapun ragam wanda kedok Klana diantaranya:
wanda drodos yaitu tipe karakter Klana sedang jatuh cinta. Wanda wringut adalah menggambarkan Klana memikirkan persoalan serius, berkarakter galak, mata melotot mulut agak rapat. Wanda Barong kedoknya berukurann besar, wajah kedok merah tua menggunakan jamang dan jambang hingga ke bawah dagu. Wanda kedok ini nampak gagah dan berwibawa.
Sebagai salah satu genre seni tradisi kini keberadaan seni topeng Cirebon mendapat perhatian cukup luas. Tidak sedikit pada saat ini para generasi muda di Cirebon mempelajari jenis tarian ini baik dilingkungan sanggar maupun di sekolah. Pengenalan terhadap seni rupa kedok pada seni topeng Cirebon perlu ditanamkkan sebagai salah satu bentuk penghargaann akan kekayaan khasanah senir upa tradisi Cirebon khususnya disekitar kedok. Wanda kedok itu sendiri memberikan pemahaman bagi perajin untuk mengembang berbagai macan karakter kedok yang ada. Pemahan terhadap tipe-tipe kedok ini tentu akan memberikan dorongan bagi para penari untuk dapat mengekspresikan bentuk tarian agar bisa menghayati dan menghidupkan tokoh yang diperankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar